Sempat aku terkapar bak debu jalanan,
ketika lantang suara menguji nyali bahwa keputusan itu mutlak, minyak dan air tak pernah senyawa. Aku adalah wadah perumpamaan, bagai, serta olok-olok yang ranum dan mengundang bahaknya tawa,
saat keluguan adalah sahabat.
Lembaran lama yang melapuk oleh musim,
hanya saja mengais hikmah yang tersembunyi.
Setiap cerita adalah kenang, yang perlahan terhapus masa.
Walau bara tanya akal menguasai, tetaplah jua adalah arang serta dedebuan.
Kini,
Kini,
aku terbentuk dari segala peristiwa,
terpahat oleh tangan-tangan
suka dan duka,
lantas mereka mengira tiap kata adalah permainan serta
hafalan.
Aku juga bukanlah ahli kata bak pujangga, hanya saja suara hati
berkata meski mulut terdiam seribu bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar