Sebanyak
pori-pori di tubuh berselaput bulu halus lembut. Hilangmu tak terasa
bagiku nyata hadirmu di sekujur membalut. Teramat dekat merasuk.
Seberapa mengerti saat sepotong hati hanyut, mengalir menuju muara dan tersangkut. Terpatil sungut dan kantuk, di celoteh nurani nan kalut.
Angin meniup melayang-layang bak buaian bayi-bayi dalam ayunan. Henti terjaga sesaat kemudian desir lewat pori-pori
Seberapa mengerti saat sepotong hati hanyut, mengalir menuju muara dan tersangkut. Terpatil sungut dan kantuk, di celoteh nurani nan kalut.
Angin meniup melayang-layang bak buaian bayi-bayi dalam ayunan. Henti terjaga sesaat kemudian desir lewat pori-pori
ada desahmu berkelebat. Lagi, pandangmu memaksa sendiku lumpuh.
Tetaplah di pori-pori mengipas jatuh bulu lembut di kulitku. Seberapa mengerti kau tentang rindu ketika kelu bibirku tak mampu memanggil namamu, tersekat di cervikal kau buat leherku pegal.
Pijakku melenggang sampang, kadang maju surut ke belakang, gemulai memutar sempoyongan merentak irama tarian membaur dalam kasmaran. Seberapa mengertimu tentang cinta yang hadir di angka curam.
Tetaplah di pori-pori mengipas jatuh bulu lembut di kulitku. Seberapa mengerti kau tentang rindu ketika kelu bibirku tak mampu memanggil namamu, tersekat di cervikal kau buat leherku pegal.
Pijakku melenggang sampang, kadang maju surut ke belakang, gemulai memutar sempoyongan merentak irama tarian membaur dalam kasmaran. Seberapa mengertimu tentang cinta yang hadir di angka curam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar